Magelang Kota Harapan


Untuk
menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang
digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH.
Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Parsasti
POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja
Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini
disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih
inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glangglang
berubah menjadi Magelang.
Dalam
Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake
Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra
tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais
Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April
907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan
oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan
atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga
disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal
dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.
Begitulah
Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi
Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten
Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan
kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian
otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan
dan diganti menjadi kota.
Ketika
Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini
sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas
Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang
kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun -
alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam
perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota
Karesidenan Kedu pada tahun 1818.
Setelah
pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin
kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas
perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang
nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota
Militer: Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana
perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun
1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan - jalan
arteri diperkeras dan diaspal.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar